cerpen karya luluk faridah siswi as sholchah



Senja Dipelukan Rindu

        Gemericik suara air hujan terdengar sendu di telinga.Mengalunkan nada-nada kesedihan mendalam di hatiku.Meski lama kelamaan hujan itu menjadi gerimis,aku  takut dengan halilintarnya yang serasa memecah gendang telinga,serta sekilas cahaya putih dan membentuk ranting-ranting pohon di atas sana.Mengerikan bagiku.Setiap kali ku mendengarnya,aku hanya bisa memejamkan mata. Membiarkan cahaya itu berlalu begitu saja.Karena aku tak mungkin dapat menghentikan nya.Kala itu, aku dan dia sedang bermain dengan dinginnya air hujan.Meski tetesan-tetesan itu serasa sakit jatuh ke kepalaku,tapi aku bahagia bermain dengan bening tetesannya.Bima memangggilku dari jendela.
“Sakti…..aku di sini” ku buka jendela depan rumahku perlahan.Ku lihat Bima telah basah kuyup bersama rintikan hujan.Ia tersenyum padaku.
“Bima…mau apa kamu ke sini?” tanyaku.
“Aku pengen ngajak kamu main” ucapnya sambil tersenyum.
“Boleh”.Aku mengendap-endap lewat pintu belakang.Aku takut ibuku tahu atas kepergianku.Ibuku pasti akan marah besar jika melihatku pergi bermain, apalagi dengan Bima tetangga baruku yang sekitar dua mingguan tinggal di daerahku.
         Aku telah basah dengan kaos dan celana jeansku.Bima memboncengku dengan sepeda gunungnya.Aku duduk miring di depannya,tepat di belakang setir sepeda itu.Sedang ku biarkan kakiku menggelantung walau harus kotor karena cipratan lumpur.
“Bim….aku seneng banget bisa main sama kamu” ucapku.
“Oh ya….?”
“Ya..aku jadi bisa keluar rumah”
“Memangnya setiap hari kamu gimana?”
“Mmmmm….aku bosan di kurung di rumah.Setiap hari aku tidak pernah keluar”
“Kalau begitu,aku janji bakal buat kamu seneng terus,Sakti.Aku bakal ngajak kamu main setiap hari”
“Oh ya?”.Bima tersenyum pertanda ya.
Aku bahagia bisa bermain dengannya.Bisa melihat indahnya suasana taman yang masih basah dengan hujan.Bunga-bunga itu,begitu harum.Bima menghentikan kayuhan sepedanya di depan taman.Ia mengambilkan sebuah bunga mawar putih untukku.
“Untukku…?” tanyaku.
“Ya… untuk kamu,Sakti”
Ia benar-benar mengambilkannya untukku.Ku nikmati harumnya.Lama-lama asyik di taman, membuatku  lupa akan waktu.Sore menjelang.Hujan telah berhenti.Buru-buru ku ajak Bima pulang karena aku tak mau kalau-kalau Bima di marahi ibu.Bima mengayuh sepedanya dengan cepat.
         Ku buka pintu belakang rumahku perlahan.Segera kuganti baju basahku.Dinginnya hawa tak lagi ku rasa seperti biasanya,karena aku begitu bahagia bisa bermain ria,dan semoga esok aku bisa berbahagia seperti yang  aku rasakan saat ini.
***
         Seharian penuh aku bekerja.Mulai dari mencuci baju,menyapu rumah,memasak dan sebagainya. Aku jadi kelelahan  di buatnya.Ibu masih belum pulang dari bekerja.Ibu memang tulang punggung keluargaku sejak di tinggal ayah pergi untuk selamanya.Waktu itu,aku masih berumur 7 tahun.Aku terpaksa berhenti sekolah karena kekurangan biaya.Meskipun aku satu-satunya anak ibu,apalagi aku seorang perempuan,aku merasa kurang diperhatikan.Sampai kini usiaku menginjak 15 tahun,aku merasa haus akan kasih sayang dan perhatian.Tanpa ayah, tanpa kasih sayang ibu dan seorang teman.Namun itu semua berbeda saat ada Bima.Dia selalu ada untukku,berbagi suka dan duka.Aku merasa ada yang menyayangiku.Aku merasa lebih di perhatikan.
         Sepulangnya ibu bekerja,biasanya ia langsung tidur karena kelelahan.Saat itulah aku bisa menenangkan pikiran jenuhku karena lama di rumah.Kali ini Bima mengajakku pergi ke suatu tempat rahasia.Ia menutup ke dua mataku dengan sebuah kain nun rapat..
“Ihhh Bima..apa-apaan sih..?” tanyaku kaget.
“Sssttt….aku pengen ngajak kamu ke suatu tempat” ungkapnya berbisik-bisik.
“Ya kemana…?” tanyaku lagi.
“Nanti kamu juga tahu”
Aku begitu penasaran.Dimanakah kan ku pijakkan kakiku nanti?. Apakah indah seindah taman kemarin yang kudatangi? Atau lebih dari itu?.Entahlah.Seketika sepeda Bima berhenti.Ia menuntunku dengan hati-hati.Kemudian, perlahan ia membuka ke dua mataku.
“Ah….Cuma pohon..? Tanyaku spontan saat kusadari di depanku hanya terdapat pohon besar .   
“Lihat ke atas dulu donk..!”
Ku alihkan pandanganku ke atas .Ternyata di sana telah berdiri sebuah rumah pohon.Aku masih belum mengerti ,apa gunanya Bima mengajakku ke sini?.
“Naik yukk…!” Ia mengajakku dengan nada semangat.Ia menyuruhku naik terlebih dahulu.Akupun menuruti perintahnya untuk naik perlahan dan tak tergesa-gesa.Aku terkesima berada di atas rumah pohon itu.Pernak-pernik bunga dan lampu kelap-kelip.”Betapa indahnya” gumamku.
“Kamu suka?” tanyanya padaku.Aku mengangguk seraya tersenyum.Di pohon itu,Bima mengukir sebuah nama”BIMASAKTI”.Goresan itu begitu berarti.Semoga abadi seabadi persahabatan kami.
    
         Ku nikmati sisa senjaku bersamanya.Hanya bersama sahabat terbaikku.Aku merasa dialah tawa dan senyumku.Dialah pelindung dan kesenanganku.Dan dialah segalanya.
“Lihatlah!.Mentari mau terbenam.Indah banget ya..?”
“Ya….Besok-besok aku boleh ke sini lagi kan..?”tanyaku.
“Tentu saja”
“Bim….kamu janji ya tidak akan meninggalkanku”
“Ya..aku janji kok” Ia mengikatkan jarinya pada jari manisku.
Senja yang indah.Doaku mengalun lagi.”Semoga esok aku bisa berbahagia seperti yang ku rasakan saat ini”.
***
         Ku buka ke dua mataku.Tak sabar ku menunggu jam-jam berlalu.Aku ingin segera sore.Aku ingin bertemu sahabatku itu.Begitu semangatnya aku,hingga kadang-kadang aku senyum-senyum sendiri. Mungkin aku sudah sinting karena kebahagiaan yang ku fahami hanya fatamorgana.
         Sepulangnya ibuku bekerja,ku nantikan ia terlelap.Namun mengapa ia tak kunjung tidur?. Semenjak tadi ia memperhatikanku. Sementara kudengar alunan deras air hujan yang semakin lama semakin deras saja.Ku lirik jendelaku.Bima telah berdiri di samping sepedanya.Ia janji menjemputku untuk bermain ke rumah pohon itu.Ingin ku lontarkan kata-kata tuk meminta izin pada ibu.Namun.ibu tanpak…..Entahlah.Aku takut.Ku lirik lagi jendela itu.Bima tanpak menggigil kedinginan.Aku tak tega melihatnya menderita.Ku pandangi wajahnya yang mulai pucat.Air hujan masih tega menyirami sekujur tubuhnya yang mulai memutih.
“Sakti…Ayo tidur!” pinta ibu.
Haruskah ku tinggalkan Bima sendiri bersama hujan itu? Tak bisa ku pejamkan mataku.Aku teringat Bima.”Bagaimanakah ia sekarang?’.Akhirnya, ku habiskan senjaku sendiri.Tanpa melihat senyum mentari.Hanya berteman bantal dan guling yang lusuh.Tanpa Bima.
***
         Keesokannya….ku dengar berita miris.Bima telah pergi tinggalkanku tuk selamanya.Ia menghembuskan  nafas terakhirnya karena penyakitnya yang parah.Betapa ngilu hatiku.Aku telah kehilangan tawa dan senyumku.Kehilangan pelindung dan kesenanganku.Dan kehilangan segalanya. Harusnya kalau tidak karena aku,ia takkan pergi.Ia pasti menikmati senja yang indah sampai detik ini. Dan kini aku benar-benar akan menikmati senja sendiri untuk selamanya.Di rumah pohon ini,ku lihat goresan “BIMASAKTI” yang abadi.                                                                                                                                                                            Mentari            telah pergi tinggalkan hari.Sebagaimana Bima telah pergi tinggalkan aku.Hanya saja,Bima takkan datang  esok pagi layaknya mentari.Senja jingga itu,mengingatkanku akan janjinya yang takkan pernah tinggalkanku.Dan benar,Ia takkan pernah pergi dari hatiku.Ku lihat , senja itu berteman  air mata dan kerinduanku.
“ I’LL ALWAYS REMEMBER YOU,BIMA "

Postingan populer dari blog ini

Inilah sosok KH. Abdul Hannan Manggisan Tanggul Jember

5 tangga menuju taqwa, pengajian Jumat sore kitab Nashaihul Ibad pondok pesantren putri As Sholchah Warungdowo

Unik dan kreatif ! Kostum gerak jalan MA As Sholchah 2019